Berikut ini adalah penjelasan tentang sifat magnet bahan akibat rotasi dan spin elektron yang disadur dari penjelasan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro, Ph.D., 17 Agustus 2016.
Pengantar
Pembelajaran Kimia di SMA, selayaknya selalu dapat dihadirkan dalam tiga tampilan: realitas makroskopiknya, realitasnya di tingkat submikroskopik (dunia atom dan molekul), dan perlambangannya untuk menyederhanakan pembahasan. Sebagai contoh, air bisa kita lihat dalam gelas, bisa dibayangkan seperti Mickey Mouse (bila digambarkan sebagai bola-bola atom O dan H yang berikatan membentuk huruf V), dan bisa dilambangkan sebagai H2O. Asam bisa dirasakan masamnya dan dilihat warnanya dengan indikator, bisa dibayangkan sebagai bola atom S yang mengikat 4 atom O dalam bentuk tetrahedral dengan dua di antaranya mengikat bola atom H, dan bisa dilambangkan pengionannya dalam persamaan kimia:H2SO4 → 2H+ + SO42–.
Tapi ada yang jarang dibahas konsekuensi makroskopiknya yaitu struktur atom, khususnya terkait spin elektron. Dalam dunia atom (submikroskopik), spin dibayangkan sebagai elektron yang berputar pada sumbunya. Dalam perlambangannya, spin tampil sebagai panah atas panah bawah. Tapi bagaimana konsekuensi makroskopiknya? Guru jarang segera mengaitkannya dengan sifat paramagnetik dan diamagnetik, yaitu sifat makroskopik yang terukur akibat spin elektron.
Pembahasan
Gerak yang menimbulkan medan magnet di tingkat atom setidaknya ada dua macam, yaitu (1) rotasi elektron mengelilingi inti, yang analogi astronomisnya adalah "revolusi" bumi mengelilingi matahari dengan periode 365 hari, dan (2) spin elektron, yang analogi astronomisnya adalah "rotasi" bumi terhadap sumbunya sendiri dengan periode 24 jam. Gerak rotasi elektron mengelilingi inti, memang bisa menimbulkan medan magnet, yang terukur oleh alat ukur medan magnet. Demikian pula spin elektron.Energi rotasi elektron diwakili oleh bilangan kuantum $l$ (0,1,2,3,..) tapi medan magnet yang terukur ditentukan oleh $m_l$. Bilangan kuantum spin sebetulnya $s$ = ½, sedangkan yang bertanda plus-minus dilambangkan dengan ms.
Kita akan kembali ke bilangan kuantum setelah membahas sifat makroskopik berikut. Secara sederhana, sifat magnet yang dibahas di bawah, terjadi seperti ketika sebatang besi dikelilingi oleh kabel berarus listrik. Karena arus listrik yang berputar, maka besi di tengahnya menjadi magnet, dengan arah kutub utara sesuai aturan tangan kanan atau aturan skrup. Muatan apa pun yang berputar akan menghasilkan dampak yang sama.
Kita perjelas bahasan tentang rotasi dan spin elektron yang menimbulkan medan magnet yang terukur dan yang tidak. Kita mulai dengan spin yang penjelasannya sederhana, setelah itu kita bahas rotasi elektron yang lebih rumit dan panjang di bawah ini.
Spin elektron yang tak berpasangan pastilah menimbulkan sifat magnet yang terukur, yaitu materialnya dapat ditarik magnet, walau lemah (sifat paramagnetik). Jika orbital terisi penuh, sifat magnet tak akan terukur, karena arah utara-selatan akibat spin elektron saling meniadakan. Zatnya tidak ditarik magnet sama sekali, yang dikenal sebagai sifat diamagnetik.
Kasus untuk Al-13 dengan konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p1. Jika $m_l$ = 0, memang betul rotasi elektron tak menghasilkan sifat paramagnetik. Tapi ingat masih ada spin elektron ($s$ = ½) yang membuat Al bersifat paramagnetik. Jadi Al ditarik magnet, tapi dengan magnet yang sangat kuat. Karena itu dalam bahasa sehari-hari Al tidak bersifat magnet. Dalam keseharian, Al tidak ditarik magnet, hanya karena sifat paramagnetik yang lemah hanya bisa diukur dengan instrumen yang kepekaannya tinggi.
Aturan Hund jelaslah berkaitan dengan sifat paramagnetik atom-atom. Jika tidak ada aturan Hund, dan jika elektron cenderung selalu berpasangan dengan spin berlawanan, maka setiap atom dengan jumlah elektron genap, pastilah bersifat diamagnetik. Tapi karena aturan Hund menyatakan bahwa pada orbital-orbital yang energinya sama, elektron cenderung tak berpasangan dengan spin searah, maka atom karbon (C) dan oksigen (O) misalnya, bersifat paramagnetik.
Atom-atom dengan jumlah elektron ganjil, sudah pasti bersifat paramagnetik, karena sudah pasti ada spin elektron tunggal.
Sifat magnet bahan tidak hanya ditentukan oleh spin elektron, tapi juga oleh rotasi elektron, walau ada rotasi elektron yang tidak menimbulkan medan magnet. Rotasi elektron pada orbital 1s, 2s, 3s, dst. tidak menimbulkan medan magnet, baik pada atom yang terisi satu elektron pada orbital s-nya, atau dua elektron. Nilai bilangan kuantum magnetik $m_l$ yang bernilai nol, berkaitan dengan sifat ini.
Kalau perilaku elektron tunggal pada orbital s ingin dijelaskan secara sederhana, kita membayangkan gerak rotasinya mengelilingi inti memang menimbulkan medan magnet, tapi seperti medan magnet dari sebatang magnet di atas meja, yang batangnya berputar horizontal di atas meja dengan cepat seperti kipas angin. Karena putaran cepatnya itu, maka arah utara yang menunjuk horizontal ke segala arah akibat putaran, menjadi saling meniadakan. Sifatnya menjadi diamagnetik. Elektron pada orbital 2p yang bernilai $m_l$ = 0, juga berperilaku serupa elektron tunggal pada orbital 2s. Dia tidak menghasilkan medan magnet yang terukur oleh alat ukur medan magnet.
Perilaku elektron orbital 2s berbeda dengan perilaku elektron tunggal pada orbital 2p yang memiliki bilangan kuantum magnetik $m_l$ = –1 dan $m_l$ = +1. Ketika diukur medan magnetnya, gerakan elektron tersebut. memunculkan sifat paramagnetik. Untuk penjelasan sederhananya, kita bisa membayangkan gerak rotasinya mengelilingi inti serupa gasing bermuatan diputar di atas meja, di atas satu titik tertentu, tapi sumbunya tidak mengarah vertikal ke atas, tapi miring membentuk sudut terhadap bidang datar, dengan arah yang berubah memutar. Jika puncak gasing itu memancarkan sinar laser, maka gerakan sinar laser itu di atap, seperti menggambar bentuk lingkaran.
Bisa dibayangkan gerak gasing tersebut? Jadi ada putaran cepat gasing yang sumbunya tidak tegak ke atas. Dan ada putaran lambat gerakan puncak gasing, yang menggambarkan perubahan arah sumbu putar miringnya.
Dengan gerakan seperti itu, gasing akan menimbulkan arah utara medan magnet yang miring, yang memiliki komponen arah horizontal, dan arah vertikal. Arah utara komponen horizontalnya berputar cepat ke segala arah, sehingga saling meniadakan. Tetapi arah utara komponen vertikalnya selalu mengarah ke atas, sehingga komponen itu menimbulkan medan magnet ke atas.
Yang baru dijelaskan dalam beberapa kalimat terakhir di atas adalah analogi gasing untuk elektron yang memiliki bilangan kuantum magnetik +1. Pada akhirnya, perilaku tersebut. menimbulkan medan magnet akibat gerak melingkarnya mengelilingi inti (dengan perilaku aneh).
Untuk elektron dengan bilangan kuantum magnetik –1 serupa dengan gasing di atas, tapi arah putaran cepatnya terbalik. Dengan putaran terbalik itu, maka arah utara medan magnetnya ke bawah, tapi miring. Jika gasing diputar di atas meja kaca, dan arah utaranya memancarkan sinar laser, maka sinar itu akan menggambar lingkaran di atas lantai di bawah meja kaca. Arah utara komponen horizontalnya berputar cepat ke segala arah, sehingga saling meniadakan. Tetapi arah utara komponen vertikalnya selalu mengarah ke bawah, sehingga komponen itu menimbulkan medan magnet ke bawah.
Jika subkulit 2p penuh, maka gasing penyebab arah utara magnet ke atas ($m$ = +1), akan sama banyak dengan gasing penyebab arah utara magnet ke bawah ($m$ = –1). Materialnya akan bersifat diamagnetik, persis seperti sifat akibat spin elektron yang berpasangan.
Dalam buku teks Kimia Fisika, bilangan kuantum untuk elektron ada 5 macam: $n$, $l$, $m_l$, $s$, $m_s$. Sebagai contoh untuk elektron subkulit 3d,
$n$ = 3; $l$ = 2; $m_l$ = –2,–1,0,+1,+2; $s$ = ½; $m_s$ = +½, –½.
Yang bisa terukur oleh alat sebetulnya vektor kuat medan yang diwakili oleh bilangan kuantum $m_l$ dan $m_s$.Kalau berbicara lebih jauh lagi, alat ukur sebetulnya lebih mudah mendeteksi resultan dari medan magnet yang disebabkan oleh rotasi dan spin elektron. Yang terukur itu sering disebut sebagai coupling antara gerak rotasi dan spin, yang diwakili oleh bilangan kuantum j di tingkat elektron, yang komponen terukurnya diwakili oleh bilangan kuantum $m_j$.
Sebagai contoh, jika $j$ = 2½ (atau 2,5) hasil coupling antara $l$ dan $s$ (antara rotasi dan spin), maka $m_j$ bernilai –2½, –1½, –½, +½, +1½, +2½. Seperti juga $m_l$ (yang nilainya dari $-l$ sampai dengan $+l$) dan $m_s$ (yang nilainya dari $-s$ sampai dengan $+s$), nilai $m_j$ dimulai dari $-j$ hingga $+j$, yang nilainya meningkat dengan selisih 1 (satu).
Sifat magnet yang dibahas di atas, paramagnetik dan diamagnetik, bisa dibedakan hanya oleh instrumen yang sangat peka. Bahan paramagnetik bisa ditarik oleh magnet yang amat kuat, tapi tidak bisa dengan magnet yang kita temui sehari-hari.
Ada sifat lain yang bisa dibahas yaitu sifat feromagnetik. Sifat ini jauh lebih kuat dari sifat paramagnetik. Sebagai contoh, Al memiliki sifat paramagnetik, tetapi Fe, Ni, Co, Gd memiliki sifat feromagnetik. Atom Fe memang memiliki elektron tak berpasangan yang banyak, sehingga sifat magnet dari spin elektronnya menjadi saling menguatkan, karena "searah".
Tapi sifat feromagnetik tidak hanya karena sifat individual atom, tapi juga karena struktur padatannya, yang memungkinkan sifat magnet atom-atomnya saling menguatkan satu-sama-lain. Hal ini ditunjukkan juga oleh beberapa logam tanah jarang, tetapi tidak terlihat pada Cu, Al dan banyak logam transisi, yang hanya menunjukkan sifat paramagnetik.
Penutup
Bahasan di atas adalah bahasan Kimia Fisika di tingkat S1 atau tingkat sarjana, yang bisa pula dibaca di buku Physical Chemistry tuisan Atkins. Tapi cara membahasnya dibuat amat khusus, dengan analogi dan penyederhanaan di beberapa tempat. Memang tetap rumit, dan beberapa di antaranya cukup advanced, sehingga kadang harus dibaca ulang. Walaupun demikian, semoga bisa membuka wawasan bagi guru Kimia.
Muhamad Abdulkadir Martoprawiro, Ph.D.
Dosen Kimia - Institut Teknologi Bandung
Dosen Kimia - Institut Teknologi Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar